song

Rabu, 26 Maret 2014

TES PENDENGARAN

Tes Pendengaran ada 2 macam, yaitu Tes Konvensional, dan Tes Non-Konvensional.
1.      Tes Pendengaran Konvensional
a.      Tes berbisik dan percakapan
            Cara ini cukup sederhana, untuk melaukan tes brbisik dan pecakapan ini harus memperhatikan beberapa aturan supaya hasil tes memenuhi syarat tertentu, yaitu berikut ini:
i.        Tes ini harus dilakukan/dilaksanakan dalam satu ruangan bebas gangguan suara dan tidak boleh ada gema dalam ruangan yang digunakan untuk mengetes.
ii.      Orang yang mengadakan tes harus bicara dengan suara lantang dan semua yang di ucapkan harus sama-sama keras.
iii.    Sebelum mengucapakan kata-kata, janganlah menghirup terlalu dalam,untuk menghindari kata pertama diucapkan terlalu keras.
iv.    Kata-kata harus bersuku dua.
v.      Pasien atau orang yang akan detes ridak boleh melihat bibir pengetes agar pasien tidak bisa membaca bibir pengetes.
vi.    Telinga harus dites satu persatu dan telinga yang tidak dites harus ditutup.
Lewat cara ini ambang patologis dapat ditentukan,tetapi masih kurang sempurna, sebab ada beberapa faktor yang mempengaruhi hasil pemeriksaan ini diantaranya, sebagai berikut:
a.    Selain kurang dengar pasien juga dapat menderita gangguan pada kemampuan analisa frekuensi, lalu ambang pendengaran patologis tidak sama dengan hasil tes ini.
b.    Telinga yang ditutup masih dapat mrempengaruhi hasil tes ini bila selisih kekurangan dengar antara telinga lebih dari 30dB , telinga yang lebih baik walaupun ditutup , masih bisa ikut mendengar dan testing boleh diragukan.

2.      Tes Pendengaran Non-Konvensional
a.      Tes Rinne
Tujuan kita melakukan tes Rinne adalah untuk membandingkan antara hantaran tulang dengan hantaran udara pada satu telinga pasien.
Ada 2 cara kita melakukan tes Rinne, yaitu :
Garpu tala 512 Hz kita bunyikan secara lunak lalu menempatkan tangkainya tegak lurus pada planum mastoid pasien (belakang meatus akustikus eksternus). Setelah pasien tidak mendengar bunyinya, segera garpu tala kita pindahkan di depan meatus akustikus eksternus pasien. Tes Rinne positif jika pasien masih dapat mendengarnya. Sebaliknya tes Rinne negatif jika pasien tidak dapat mendengarnya.
Garpu tala 512 Hz kita bunyikan secara lunak lalu menempatkan tankainya secara tegak lurus pada planum mastoid pasien. Segera pindahkan garpu tala di depan meatus akustikus eksternus. Kita menanyakan kepada pasien apakah bunyi garpu tala di depan meatus akustikus eksterna lebih keras daripada di belakang meatus akustikus eksterna (planum mastoid). Tes Rinne positif jika pasien mendengarnya lebih keras. Sebaliknya tes Rinne negatif jika pasien mendengarnya lebih lemah.
Kesalahan pemeriksaan pada tes Rinne dapat terjadi baik berasal dari pemeriksa maupun pasien. Kesalahan dari pemeriksa misalnya meletakkan garpu tala tidak tegak lurus, tangkai garpu tala mengenai rambut pasien dan kaki garpu tala mengenai aurikulum pasien. Juga bisa karena jaringan lemak planum mastoid pasien tebal.
Kesalahan dari pasien misalnya pasien lambat memberikan isyarat bahwa ia sudah tidak mendengar bunyi garpu tala saat kita menempatkan garpu tala di planum mastoid pasien. Akibatnya getaran kedua kaki garpu tala sudah berhenti saat kita memindahkan garpu tala di depan meatus akustikus eksterna.
b.      Tes Weber
Tujuan kita melakukan tes Weber adalah untuk membandingkan hantaran tulang antara kedua telinga pasien.
Cara kita melakukan tes Weber yaitu membunyikan garpu tala 512 Hz lalu tangkainya kita letakkan tegak lurus pada garis median (dahi, verteks, dagu, atau gigi insisivus) dengan kedua kakinya berada pada garis horizontal. Menurut pasien, telinga mana yang mendengar atau mendengar lebih keras.
Jika telinga pasien mendengar atau mendengar lebih keras pada 1 telinga maka terjadi lateralisasi ke sisi telinga tersebut. Jika kedua telinga pasien sama-sama tidak mendengar atau sama-sama mendengar maka berarti tidak ada lateralisasi.
Misalnya terjadi lateralisasi ke kanan maka ada 5 kemungkinan yang bisa terjadi pada telinga pasien, yaitu :
a.       Telinga kanan mengalami tuli konduktif sedangkan telinga kiri normal.
b.      Telinga kanan dan telinga kiri mengalami tuli konduktif tetapi telinga kanan lebih parah.
c.       Telinga kiri mengalami tuli sensorineural sedangkan telinga kanan normal.
d.      Telinga kiri dan telinga kanan mengalami tuli sensorineural tetapi telinga kiri lebih parah.
e.       Telinga kanan mengalami tuli konduktif sedangkan telinga kiri mengalami tuli sensorineural.

c.       Tes Schwabach
Tujuan kita melakukan tes Schwabach adalah untuk membandingkan hantaran tulang antara pemeriksa dengan pasien.
Cara kita melakukan tes Schwabach yaitu membunyikan garpu tala 512 Hz lalu meletakkannya tegak lurus pada planum mastoid pemeriksa. Setelah bunyinya tidak terdengar oleh pemeriksa, segera garpu tala tersebut kita pindahkan dan letakkan tegak lurus pada planum mastoid pasien. Apabila pasien masih bisa mendengar bunyinya berarti Scwabach memanjang. Sebaliknya jika pasien juga sudah tidak bisa mendengar bunyinya berarti Schwabach memendek atau normal.
Cara kita memilih apakah Schwabach memendek atau normal yaitu mengulangi tes Schwabach secara terbalik. Pertama-tama kita membunyikan garpu tala 512 Hz lalu meletakkannya tegak lurus pada planum mastoid pasien. Setelah pasien tidak mendengarnya, segera garpu tala kita pindahkan tegak lurus pada planum mastoid pemeriksa. Jika pemeriksa juga sudah tidak bisa mendengar bunyinya berarti Schwabach normal. Sebaliknya jika pemeriksa masih bisa mendengar bunyinya berarti Schwabach memendek.

Kesalahan pemeriksaan pada tes Schwabach dapat saja terjadi. Misalnya tangkai garpu tala tidak berdiri dengan baik, kaki garpu tala tersentuh, atau pasien lambat memberikan isyarat tentang hilangnya bunyi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar