A.PENGERTIAN GLOBAL
WARMING
Global warming adalah kejadian
meningkatnya temperatur rata-rata atmosfer, laut dan daratan Bumi.Temperatur
rata-rata global pada permukaan Bumi telah meningkat 0.18 °C selama seratus
tahun terakhir. Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC)
menyimpulkan bahwa, “sebagian besar peningkatan temperatur rata-rata global sejak
pertengahan abad ke-20 kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya
konsentrasi gas-gas rumah kaca akibat aktivitas manusia melalui efek rumah
kaca.
Meningkatnya temperatur global
diperkirakan akan menyebabkan perubahan-perubahan yang lain seperti naiknya
muka air laut, meningkatnya intensitas kejadian cuaca yang ekstrim, serta
perubahan jumlah dan pola presipitasi. Akibat-akibat pemanasan global yang lain
adalah terpengaruhnya hasil pertanian, hilangnya gletser dan punahnya berbagai
jenis hewan.
1.
Isu
Lingkungan Global
Isu lingkungan global merupakan
permasalahan lingkungan dan dampak yang ditimbulkan dari permasalahan
lingkungan tersebut mengakibatkan dampak yang luas dan serius bagi dunia serta
menyeluruh. Isu lingkungan global mulai muncul dalam berberapa dekade
belakangan ini. Kesadaran manusia akan lingkungannya yang telah rusak membuat
isu lingkungan ini mencuat. Isu lingkungan global yang mencuat ke permukaan
yang bersifat global serta yang paling penting dalam lingkungan adalah mengenai
pemanasan global.
Pemanasan global atau yang sering
kita sebut global warming adalah adanya proses peningkatan suhu rata-rata
atmosfer,laut, dan daratan bumi. Pemanasan global atau global
warming menjadi isu global mutakhir terkait lingkungan hidup dimana pencemaran
dan pengrusakan terhadap lingkungan dianggap sebagai faktor penyebab hilangnya
sifat kealamiahan bumi akibat pemanasan global. Dunia pun menyadari untuk
melakukan upaya keras mengingat semakin terancamnya eksistensi kehidupan.
Diperkirakan, setiap tahun
dilepaskan 18,35 miliar ton karbon dioksida (18,35 milliar ton karbon dioksida
ini sama dengan 18,35 X 1012 atau 18.350.000.000.000/kg karbon dioksida).Ketika
atmosfer semakin kaya akan gas-gas rumah kaca ini, ia semakin menjadi insulator
yang menahan lebih banyak panas dari Matahari yang dipancarkan ke Bumi. Inilah
yang disebut dengan Efek Rumah Kaca
Suhu rata-rata global pada permukaan
Bumi telah meningkat 0.74 ± 0.18 °C (1.33 ± 0.32 °F) selama seratus tahun terakhir. Intergovernmental
Panel on Climate Change (IPCC) menyimpulkan bahwa,
“sebagian besar peningkatan suhu rata-rata global sejak pertengahan abad ke-20
kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya gas-gas rumah kaca akibat
aktivitas manusia” melalui efek rumah kaca. Kesimpulan dasar ini
telah dikemukakan oleh setidaknya 30 badan ilmiah dan akademik, termasuk semua
akademi sains nasional dari negara-negaraG8.
Akan tetapi, masih terdapat beberapa ilmuwan yang tidak setuju dengan
beberapa kesimpulan yang dikemukakan IPCC tersebut.
Sebagian besar para ilmuawan telah
mencapai suatu kesepakatan mengenai fenomena yang terkenal dengan nama
pemanasan global dan telah menjadi sorotan utama masyarakat dunia sekarang.
Selama setengah abad sekarang ini, gas rumah kaca CO2, methan, nitrat oksida
dan CFC dilepaskan ke atmosfir bumi dalam jumlah yang sangat besar dan dengan
konsekuensi yang sangat besar. Menurut laporan panel antara pemerintahan antar
perserikatan bangsa-bangsa/IPCC, telah terjadi kenaikan suhu minimum dan
maksimum bumi antara 0,5-1,5 derajat. Kenaikan itu terjadi pada suhu minimum
dan maksimum disiang hari maupun malam hari antara 0,5 sampai 2,0 derajat
celcius atau temperature rata-rata global telah meningkat sekitar 0,6 derajat
celcius (33 derajat F) diabandingkan dengan masa sebelum industri.
Jika emisi gas-gas berbahaya ini
terus meningkat sesuai dengan kecenderungan yang terjadi, konsentrasi gas rumah
kaca akan lebih tinggi dan mencapai dua kali lipat dari sebelum era industri
pada tahun 2100. jika ini terjadi, maka konsentrasi gas rumah kaca akan lebih
tinggi dibandingkan dengan konsentrasi selama jutaan tahun terakhir ini. Hal
ini akan mengakibatkan meningkatnya temperature rata-rata global sebesar 2,5
derajat celcius, dengan peningkatan 4 derajat celcius di daratan. Angka
tersebut sepertinya kecil dan tidak berarti, tetapi ketika temperature
permukaan bumi meningkat 4 derajat C, peningkatan ini sebenarnya cukup untuk
mengakhiri zaman Es. Saat ini, ketinggian lautan sudah meningkat karena
blok-blok es di lautan mulai mencair. Para ilmuawan mengatakan bahwa abad
paling dalam millennium terakhir adalah abad ke-20. tidak mengehrankan jika
tinggi lautan selama abad ke-20 adalah sekitar 10 cm, dan sebagian besar
diantaranya terjadi pada abad ke-20.
Kenaikan suhu secara execeptional
sangat mencemaskan dibandingkan dengan bencana seperti banjir dan kekeringan
karena kenaikan suhu tidak tergantung dari musim dan
bersifat lintas batas sehingga efek distruksinya besar. Selain dari itu,
kenaikan suhu durasinya lama dan polanya kontinu sehingga menguras totalitas
energi. Berbeda dengan banjir dan kekeringan, sekalipun polanya saat itu acak
tetapi magnitude banjir besar terjadi pada musim hujan dan magnitude kekeringan
ekstrem terjadi pada puncak musim kemarau.
Perubahan iklim sudah
tidak lagi menyangkut kepentingan lingkungan hidup. Namun, sudah meluas pada
aspek keamanan pangan, ketersediaan air bersih, kesehatan masyarakat, gangguan
cuaca berupa badai yang kian meningkat intensitasnya serta ancamannya. Intinya,
resiko resiko yang dihadapi manusia naik tajam. Tidak hanya mengarah pada
kerusakan harta benda atau lingkungan, tetapi juga mengancam jiwa manusia.
Pemanasan global telah memicu peningkatan suhu bumi yang mengakibatkan melelehnya
es di gunung dan kutub, berkurangnya ketersediaan air, naiknya permukaan air
laut dan dampak buruk lainnya.
Pemanasan global seperti dilaporkan
441 pakar Intergovernmental panel on Climate change, 10 April 2007, menyebabkan
naiknya suhu permukaan bumi lima tahun mendatang berupa kegagalan panen,
kelangkaan air, dan kekeringan. Diperkirakan asia akan mengalami dampak yang
paling parah, produksi pertanian tiongkok dan banglades akan anjlok 30 persen,
India akan mengalami kelangkaan air dan 100 juta rumah warga pesisir akan
tergenang.
Laju pemanasan global yang
tidak terkendali akan makin mempercepat pencairan es dikutub dan meningkatkan
permukaan air laut secara drastic. Dampaknya, kawasan pulau kecil dan pesisir
makin tenggelam. Kemudian menimbulkan sedimentasi yang menutup permukaan
terumbu karang. Fenomena tersebut juga akan memicu tingkat keasaman terumbu
karang yang menimbulkan pemudaran (bleaching) hingga kepunahan ekosistem
tersebut akibat sedimentasi dan intensitas cahaya matahari yang berkurang.
Sifat perubahan iklim tentu
tidak mengenal batas Negara. Begitu pula distribusi dan dampaknya, bahkan akan
menimbulkan ketidakseimbangan dan ketidak adilan antar Negara. Negara-negara
industri adalah penyumbang terbesar gas rumah kaca yang berdampak pada
perubahan iklim, sedangkan Negara yang sedang berkembang yang sedikit
konstribusinya dalam fenomena pemanasan global ini justru terkena dampak yang
nyata. Oleh karena itu, semua pihak harus menyatakan perang melawan pemanasan
global dengan perannya masing-masing. Industri transportasi, ahli pertanian,
aktifis lingkungan, pemerintah hingga individu harus mengerem peningkatan
pemanasan global.
2.
Isu
Lingkungan Nasional
Isu lingkungan nasional yaitu
permasalahan lingkungan dan dampak yang ditimbulkan dari permasalahan
lingkungan tersebut mengakibatkan dampak dalam skala nasional. Salah satu
isu lingkungan nasional yaitu sampah. Sampah adalah semua benda atau produk
sisa dalam bentuk padat sebagai akibat aktivitas manusia yang dianggap tidak
bermanfaat dan tidak dikehendaki oleh pemiliknya atau dibuang sebagai barang
tidak berguna.“Sampah adalah suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari sumber
hasil aktivitas manusia maupun proses alam yang belum memiliki nilai ekonomis.”
(Istilah Lingkungan untuk Manajemen, Ecolink, 1996).
Berangkat dari pandangan tersebut
sehingga sampah dapat dirumuskan sebagai bahan sisa dari kehidupan sehari-hari
masyarakat. Sampah yang harus dikelola tersebut meliputi sampah yang dihasilkan
dari:
1.
Rumah tangga
2.
kegiatan komersial: pusat perdagangan, pasar,
pertokoan, hotel, restoran, tempat hiburan.
3.
fasilitas sosial: rumah ibadah, asrama,
rumah tahanan/penjara, rumah sakit, klinik, puskesmas
4.
fasilitas umum: terminal, pelabuhan,
bandara, halte kendaraan umum, taman, jalan,
5.
Industri
6.
hasil pembersihan saluran terbuka umum,
seperti sungai, danau, pantai.
Sampah
padat pada umumnya dapat di bagi menjadi dua bagian, yaitu :
a)
Sampah Organik
Sampah organik (biasa
disebut sampah basah) dan sampah anorganik (sampah kering). Sampah Organik
terdiri dari bahan-bahan penyusun tumbuhan dan hewan yang diambil dari alam
atau dihasilkan dari kegiatan pertanian, perikanan atau yang lain. Sampah ini
dengan mudah diuraikan dalam proses alami. Sampah rumah tangga sebagian besar
merupakan bahan organik, misalnya sampah dari dapur, sisa tepung, sayuran dll.
b)
Sampah Anorganik
Sampah Anorganik berasal
dari sumber daya alam tak terbarui seperti mineral dan minyak bumi, atau dari
proses industri. Beberapa dari bahan ini tidak terdapat di alam seperti plastik
dan aluminium. Sebagian zat anorganik secara keseluruhan tidak dapat diuraikan
oleh alam, sedang sebagian lainnya hanya dapat diuraikan dalam waktu yang
sangat lama. Sampah jenis ini pada tingkat rumah tangga, misalnya berupa botol,
botol, tas plsti. Dan botol kaleng
Kertas, koran, dan
karton merupakan pengecualian. Berdasarkan asalnya,kertas, koran, dan karton
termasuk sampah organik. Tetapi karena kertas, koran, dan karton dapat didaur
ulang seperti sampah anorganik lain (misalnya gelas, kaleng, dan plastik), maka
dimasukkan ke dalam kelompok sampah anorganik.
Sudah kita sadari bahwa
pencemaran lingkungan akibat perindustrian maupun rumah tangga sangat merugikan
manusia, baik secara langsung maupun tidak langsung. Melalui kegiatan perindustrian
dan teknologi diharapkan kualitas kehidupan dapat lebih ditingkatkan. Namun
seringkali peningkatan teknologi juga menyebabkan dampak negatif yang tidak
sedikit.
1.
Dampak bagi kesehatan
Lokasi dan pengelolaan sampah yang
kurang memadai (pembuangan sampah yang tidak terkontrol) merupakan tempat yang
cocok bagi beberapa organisme dan menarik bagi berbagai binatang seperti lalat
dan anjing yang dapat menimbulkan penyakit.
Potensi bahaya
kesehatan yang dapat ditimbulkan adalah sebagai berikut:
Ø Penyakit
diare, kolera, tifus menyebar dengan cepat karena virus yang berasal dari
sampah dengan pengelolaan tidak tepat dapat bercampur air minum. Penyakit demam
berdarah (haemorhagic fever) dapat juga meningkat dengan cepat di daerah yang
pengelolaan sampahnya kurang memadai.
Ø Penyakit
jamur dapat juga menyebar (misalnya jamur kulit).
Ø Penyakit
yang dapat menyebar melalui rantai makanan. Salah satu contohnya adalah suatu
penyakit yang dijangkitkan oleh cacing pita (taenia). Cacing ini sebelumnya
masuk ke dalam pencernakan binatang ternak melalui makanannya yang berupa sisa
makanan/sampah.
Ø Sampah
beracun: Telah dilaporkan bahwa di Jepang kira-kira 40.000 orang meninggal
akibat mengkonsumsi ikan yang telah terkontaminasi oleh raksa (Hg). Raksa ini
berasal dari sampah yang dibuang ke laut oleh pabrik yang memproduksi baterai
dan
akumulator.
2.
Dampak Terhadap Lingkungan
Cairan rembesan sampah yang masuk ke
dalam drainase atau sungai akan mencemari air. Berbagai organisme termasuk ikan
dapat mati sehingga beberapa spesies akan lenyap, hal ini mengakibatkan
berubahnya ekosistem perairan biologis. Penguraian sampah yang dibuang ke dalam
air akan menghasilkan asam organik dan gas-cair organik, seperti metana. Selain
berbau kurang sedap, gas ini dalam konsentrasi tinggi dapat meledak.
Dampak
terhadap keadaan social dan ekonomi
Ø Pengelolaan
sampah yang kurang baik akan membentuk lingkungan yang kurang menyenangkan bagi
masyarakat: bau yang tidak sedap dan pemandangan yang buruk karena sampah
bertebaran dimana-mana.
Ø Memberikan
dampak negatif terhadap kepariwisataan.
Ø Pengelolaan
sampah yang tidak memadai menyebabkan rendahnya tingkat kesehatan masyarakat.
Hal penting di sini adalah meningkatnya pembiayaan secara langsung (untuk
mengobati orang sakit) dan pembiayaan secara tidak langsung (tidak masuk kerja,
rendahnya produktivitas).
Ø Pembuangan
sampah padat ke badan air dapat menyebabkan banjir dan akan memberikan dampak
bagi fasilitas pelayanan umum seperti jalan, jembatan, drainase, dan lain-lain.
Ø Infrastruktur
lain dapat juga dipengaruhi oleh pengelolaan sampah yang tidak memadai, seperti
tingginya biaya yang diperlukan untuk pengolahan air. Jika sarana penampungan
sampah kurang atau tidak efisien, orang akan cenderung membuang sampahnya di
jalan. Hal ini mengakibatkan jalan perlu lebih sering dibersihkan dan
diperbaiki.
3. Isu Lingkungan Lokal
Isu lingkungan lokal merupakan yaitu
permasalahan lingkungan dan dampak yang ditimbulkan dari permasalahan
lingkungan tersebut mengakibatkan dampak sangat dirasakan bagi daerah lokal.
Salah satu isu pencemaran lokal pada propinsi Kalimantan Barat yaitu pencemaran
sungai Kapuas. Sungai Kapuas merupakan sungai yang ada di Kalimantan Barat dan
telah menjadi sumber air yang digunakan oleh penduduk setempat untuk melakukan
aktifitas seperti mencuci, mandi dan lain sebagainya.
Menurut D. Dwidjoseputro (1990:125),
pencemaran air merupakan suatu perubahan kualitas fisik, kimia dan biologi air
yang tidak diinginkan, sehingga dapat menimbulkan kerugian kerena mempengaruhi
sistem kehidupan.
Apabila semua kegiatan industri dan
teknologi memperhatikan dan melaksanakan pengolahan air limbah industri dan
masyarakat umum juga tidak membuang limbah secara sembarangan maka masalah
pencemaran air sebenarnya tidak perlu dikhawatirkan. Namun, dalam kenyataannya
masih banyak industri atau suatu pusat kegiatan kerja yang membuang limbahnnya
ke lingkungan melalui sungai Kapuas. Pembuangan air limbah secara langsung ke
lingkungan inilah yang menjadi penyebab utama pencemaran air di sungai Kapuas.
Persoalan kualitas air adalah
persoalan serius daerah Kalimantan Barat, di mana 70 persen masyarakat Kota
Pontianak dan Kalbar masih menggunakan air Sungai Kapuas secara langsung
sebagai air konsumsi sehari-hari, baik melalui proses penyaringan PDAM maupun
tidak.
Pencemaran berbagai zat kimia
berbahaya di Sungai Kapuas di Kalimantan Barat saat ini sudah terjadi mulai
bagian hulu hingga hilir sungai. Sungai Kapuas tak hanya tercemari zat kimia
merkuri, tetapi juga limbah pabrik, bakteri coli, dan ada juga indikasi tercemar
pestisida dari perkebunan. Dari penelitian Fakultas MIPA Universitas
Tanjungpura Pontianak pertengahan 2008 di hulu Sungai Kapuas, di Kabupaten
Sintang dan Sekadau, tampak bahwa sungai dengan panjang 1.086 kilometer itu
secara kimiawi dan biologis sudah tercemar. Temuan ini melengkapi penelitian
beberapa tahun sebelumnya, saat ditemukan kandungan Hg yang melebihi ambang
batas di bagian hilir Sungai Kapuas.
Sungai Kapuas telah menunjukan
gejala tercemar oleh zat kimia merkuri, limbah pabrik, bakteri coli, dan ada
juga indikasi tercemar pestisida dari perkebunan. Hal ini terlihat pada saat
musim hujan sungai menjadi keruh dan tidak jernih lagi. Sehingga menimbulkan
kekhawatiran apabila kondisi ini dibiarkan maka 5 tahun ke depan, akan tak
melihat lagi sungai yang jernih dan layak untuk dikonsumsi.
Merkuri merupakan bahan kimia yang
biasa digunakan untuk memurnikan butiran emas pada penambangan emas tanpa izin.
Merkuri yang masuk ke tubuh manusia bisa mengganggu sistem saraf dan sistem
enzym yang berguna bagi metabolisme tubuh. Dampak pada manusia: menderita
tremor, hilang ingatan, mengganggu pertumbuhan janin. Beradasarkan hasil
penelitian yang dilakukan di Sungai Kapuas juga ditemukan adanya
biotaBenthos jenis Chironomous. Jenis ini hanya dapat hidup di daerah
tercemar. Di sana juga dijumpai plankton yang hanya hidup di air tercemar.
Sejauh ini, air Sungai Kapuas
dikatakannya masih kerap dimanfaatkan untuk industri, perhotelan, rumah makan
dan sejenisnya. Pencemaran di daerah aliran sungai (DAS) Kapuas selama ini
dijelaskannya akibat pengaruh aliran hulu ke hilir, kandungan merkuri akibat
aktivitas penambangan emas tanpa izin (PETI), limbah rumah tangga dan industri.
Mudahnya merkuri dijual di pasaran
Kalbar, baik dalam kemasan kantung maupun botol plastik, turut berdampak
mencemari Sungai Kapuas. Harga senyawa yang dipakai untuk aktivitas Penambangan
Emas Tanpa Izin ini pun amat terjangkau bila dibandingkan dengan harga emas
yang melangit.Merkuri dijual seharga Rp 25 ribu per gram. Bapedalda Provinsi
Kalbar pun belum diketahui nama perusahaan yang mengelola distribusi merkuri di
Kalbar. Sebab, di negara ini pun belum ada satu pabrik pun yang memproduksi
merkuri dalam kapasitas untuk diperjualbelikan.
Dari hasil penelitian yang telah
mereka lakukan di beberapa wilayah yang selama ini dijadikan sebagai kawasan
pertambangan emas, daerah di DAS Kapuas yang memiliki kandungan air raksa
tertinggi terdapat diwilayah kecamatan Timpah. Dibandingkan hasil penelitian
2001, terdapat sedikit penurunan kadar mercury yang terkandung dalam air sungai
di DAS Kapuas. Dari 50 lokasi yang dijadikan sampel penelitian ketika itu,
diketahui kandungannya telah mencapai 0,0262 hingga 0,0351 miligram air raksa
per 1 liter.
Namun pencemaran itu harus
diwaspadai sedini mungkin,mengingat pengonsumsian air raksa bisa terjadi tidak
secara langsung tanpa harus lebih dahulu menggunakan air sungai yang tercemar
seperti untuk minum atau memasak.Antara lain seperti mengkonsumsi
ikan sungai.
B. PENYEBAB
PEMANASAN GLOBAL
A. Efek
rumah kaca
Segala sumber energi yang terdapat
di Bumi berasal dari Matahari. Sebagian besar energi tersebut berbentuk radiasi
gelombang pendek, termasuk cahaya tampak. Ketika energi ini
tiba permukaan Bumi, ia berubah dari cahaya menjadi panas yang menghangatkan
Bumi. Permukaan Bumi, akan menyerap sebagian panas dan memantulkan kembali
sisanya. Sebagian dari panas ini berwujud infra merah gelombang panjang ke
angkasa luar. Namun sebagian panas tetap terperangkap di atmosfer bumi akibat
menumpuknya jumlah gas rumah kaca antara lain uap air, karbon dioksida, dan metana yang
menjadi perangkap gelombang radiasi ini. Gas-gas ini menyerap dan memantulkan
kembali radiasi gelombang yang dipancarkan Bumi dan akibatnya panas tersebut
akan tersimpan di permukaan Bumi. Keadaan ini terjadi terus menerus sehingga
mengakibatkan suhu rata-rata tahunan bumi terus
meningkat.
Gas-gas tersebut berfungsi
sebagaimana gas dalam rumah kaca. Dengan semakin
meningkatnya konsentrasi gas-gas ini di atmosfer, semakin banyak panas yang
terperangkap di bawahnya.
Efek rumah kaca ini sangat
dibutuhkan oleh segala makhluk hidup yang ada di bumi, karena tanpanya, planet
ini akan menjadi sangat dingin. Dengan temperatur rata-rata sebesar 15 °C
(59 °F), bumi sebenarnya telah lebih panas 33 °C (59 °F) dari
temperaturnya semula, jika tidak ada efek rumah kaca suhu bumi hanya
-18 °C sehingga es akan menutupi seluruh permukaan Bumi. Akan tetapi
sebaliknya, apabila gas-gas tersebut telah berlebihan di atmosfer, akan
mengakibatkan pemanasan global.
B.
Efek umpan balik
Anasir penyebab pemanasan global
juga dipengaruhi oleh berbagai proses umpan balik yang dihasilkannya. Sebagai
contoh adalah pada penguapan air.
Pada kasus pemanasan akibat bertambahnya gas-gas rumah kaca seperti CO2,
pemanasan pada awalnya akan menyebabkan lebih banyaknya air yang menguap ke
atmosfer. Karena uap air sendiri merupakan gas rumah kaca, pemanasan akan terus
berlanjut dan menambah jumlah uap air di udara sampai tercapainya suatu
kesetimbangan konsentrasi uap air. Efek rumah kaca yang dihasilkannya lebih
besar bila dibandingkan oleh akibat gas CO2 sendiri. (Walaupun umpan balik
ini meningkatkan kandungan air absolut di udara, kelembaban relatif udara
hampir konstan atau bahkan agak menurun karena udara menjadi menghangat). Umpan
balik ini hanya berdampak secara perlahan-lahan karena CO2 memiliki usia
yang panjang di atmosfer.
Efek umpan balik karena
pengaruh awan sedang menjadi objek
penelitian saat ini. Bila dilihat dari bawah, awan akan memantulkan kembali
radiasi infra merah ke permukaan, sehingga akan meningkatkan efek pemanasan.
Sebaliknya bila dilihat dari atas, awan tersebut akan memantulkan sinar
Matahari dan radiasi infra merah ke angkasa, sehingga meningkatkan efek
pendinginan. Apakah efek netto-nya menghasilkan pemanasan atau pendinginan
tergantung pada beberapa detail-detail tertentu seperti tipe dan ketinggian
awan tersebut. Detail-detail ini sulit direpresentasikan dalam model iklim,
antara lain karena awan sangat kecil bila dibandingkan dengan jarak antara
batas-batas komputasional dalam model iklim (sekitar 125 hingga 500 km
untuk model yang digunakan dalam Laporan Pandangan IPCC ke Empat). Walaupun
demikian, umpan balik awan berada pada peringkat dua bila dibandingkan dengan
umpan balik uap air dan dianggap positif (menambah pemanasan) dalam semua model
yang digunakan dalam Laporan Pandangan IPCC ke Empat.
Umpan balik penting lainnya adalah
hilangnya kemampuan memantulkan cahaya (albedo)oleh
es. Ketika temperatur global meningkat, es yang berada di dekat kutub mencair
dengan kecepatan yang terus meningkat. Bersamaan dengan melelehnya es tersebut,
daratan atau air di bawahnya akan terbuka. Baik daratan maupun air memiliki
kemampuan memantulkan cahaya lebih sedikit bila dibandingkan dengan es, dan
akibatnya akan menyerap lebih banyak radiasi Matahari. Hal ini akan menambah
pemanasan dan menimbulkan lebih banyak lagi es yang mencair, menjadi suatu
siklus yang berkelanjutan.
Umpan balik positif akibat
terlepasnya CO2 dan CH4 dari melunaknya tanah beku (permafrost)
adalah mekanisme lainnya yang berkontribusi terhadap pemanasan. Selain itu, es
yang meleleh juga akan melepas CH4 yang juga menimbulkan umpan balik
positif.Kemampuan lautan untuk menyerap karbon juga akan berkurang bila ia menghangat,
hal ini diakibatkan oleh menurunya tingkat nutrien pada zona mesopelagic
sehingga membatasi pertumbuhan diatom daripada fitoplankton yang merupakan
penyerap karbon yang rendah.
C.
Variasi Matahari
Terdapat hipotesa yang menyatakan
bahwa variasi dari Matahari, dengan kemungkinan diperkuat oleh umpan balik dari
awan, dapat memberi kontribusi dalam pemanasan saat ini. Perbedaan antara
mekanisme ini dengan pemanasan akibat efek rumah kaca adalah meningkatnya
aktivitas Matahari akan memanaskan stratosfer sebaliknya efek
rumah kaca akan mendinginkan stratosfer. Pendinginan stratosfer bagian bawah
paling tidak telah diamati sejak tahun 1960, yang tidak akan terjadi bila
aktivitas Matahari menjadi kontributor utama pemanasan saat ini.
(Penipisan lapisan ozon juga
dapat memberikan efek pendinginan tersebut tetapi penipisan tersebut terjadi
mulai akhir tahun 1970-an.) Fenomena variasi Matahari dikombinasikan dengan
aktivitas gunung berapi mungkin telah memberikan efek pemanasan dari masa
pra-industri hingga tahun 1950, serta efek pendinginan sejak tahun 1950.
Ada beberapa hasil penelitian yang
menyatakan bahwa kontribusi Matahari mungkin telah diabaikan dalam pemanasan
global. Dua ilmuan dari Duke University mengestimasikan bahwa Matahari
mungkin telah berkontribusi terhadap 45-50% peningkatan temperatur rata-rata
global selama periode 1900-2000, dan sekitar 25-35% antara tahun 1980 dan 2000.
Stott dan rekannya mengemukakan bahwa model iklim yang dijadikan pedoman saat
ini membuat estimasi berlebihan terhadap efek gas-gas rumah kaca dibandingkan
dengan pengaruh Matahari; mereka juga mengemukakan bahwa efek pendinginan dari
debu vulkanik dan aerosol sulfat juga telah dipandang remeh. Walaupun demikian,
mereka menyimpulkan bahwa bahkan dengan meningkatkan sensitivitas iklim
terhadap pengaruh Matahari sekalipun, sebagian besar pemanasan yang terjadi
pada dekade-dekade terakhir ini disebabkan oleh gas-gas rumah kaca.
Pada tahun 2006, sebuah tim ilmuan
Amerika Serikat, Jerman dan Swissmenyatakan
bahwa mereka tidak menemukan adanya peningkatan tingkat “keterangan” dari
Matahari pada seribu tahun terakhir ini. Siklus Matahari hanya memberi
peningkatan kecil sekitar 0,07% dalam tingkat “keterangannya” selama 30 tahun
terakhir. Efek ini terlalu kecil untuk berkontribusi terhadap pemansan global.
Sebuah penelitian oleh Lockwood dan Fröhlich menemukan bahwa tidak ada hubungan
antara pemanasan global dengan variasi Matahari sejak tahun 1985, baik melalui
variasi dari output Matahari maupun variasi dalam sinar kosmis.
C. DAMPAK
DARI PEMANASAN GLOBAL
Para ilmuan menggunakan model
komputer dari temperatur, pola presipitasi, dan sirkulasi atmosfer untuk
mempelajari pemanasan global. Berdasarkan model tersebut, para ilmuan telah
membuat beberapa prakiraan mengenai dampak pemanasan global terhadap cuaca,
tinggi permukaan air laut, pantai, pertanian, kehidupan hewan liar dan
kesehatan manusia.
1.
Iklim Mulai Tidak Stabil
Para ilmuan memperkirakan bahwa
selama pemanasan global, daerah bagian Utara dari belahan Bumi Utara (Northern
Hemisphere) akan memanas lebih dari daerah-daerah lain di Bumi. Akibatnya,
gunung-gunung es akan mencair dan daratan akan mengecil. Akan lebih sedikit es
yang terapung di perairan Utara tersebut. Daerah-daerah yang sebelumnya
mengalami salju ringan, mungkin tidak akan mengalaminya lagi. Pada pegunungan
di daerah subtropis, bagian yang ditutupi salju akan semakin sedikit serta akan
lebih cepat mencair. Musim tanam akan lebih panjang di beberapa area.
Temperatur pada musim dingin dan
malam hari akan cenderung untuk meningkat.
Daerah hangat akan menjadi lebih
lembab karena lebih banyak air yang menguap dari lautan. Para ilmuan belum
begitu yakin apakah kelembaban tersebut malah
akan meningkatkan atau menurunkan pemanasan yang lebih jauh lagi. Hal ini
disebabkan karena uap air merupakangas rumah kaca, sehingga
keberadaannya akan meningkatkan efek insulasi pada atmosfer. Akan tetapi,
uap air yang lebih banyak juga akan membentuk awan yang lebih banyak, sehingga
akan memantulkan cahaya matahari kembali ke angkasa luar, dimana hal
ini akan menurunkan proses pemanasan. Kelembaban yang tinggi akan meningkatkan
curah hujan, secara rata-rata, sekitar 1 persen untuk setiap derajat Fahrenheit
pemanasan. (Curah hujan di seluruh dunia telah meningkat sebesar 1 persen dalam
seratus tahun terakhir ini). Badai akan
menjadi lebih sering. Selain itu, air akan lebih cepat menguap dari tanah.
Akibatnya beberapa daerah akan menjadi lebih kering dari sebelumnya. Angin akan
bertiup lebih kencang dan mungkin dengan pola yang berbeda. Topan badai
(hurricane) yang memperoleh kekuatannya dari penguapan air, akan menjadi lebih
besar. Berlawanan dengan pemanasan yang terjadi, beberapa periode yang sangat
dingin mungkin akan terjadi. Pola cuaca menjadi tidak terprediksi dan lebih
ekstrim.
2.
Peningkatan permukaan laut
Ketika atmosfer menghangat, lapisan
permukaan lautan juga akan menghangat, sehingga volumenya akan membesar dan
menaikkan tinggi permukaan laut. Pemanasan juga akan mencairkan banyak es di
kutub, terutama sekitar Greenland, yang lebih memperbanyak volume
air di laut. Tinggi muka laut di seluruh dunia telah meningkat 10 – 25 cm
(4 – 10 inchi) selama abad ke-20, dan para ilmuan IPCC memprediksi peningkatan
lebih lanjut 9 – 88 cm (4 – 35 inchi) pada abad ke-21.
Perubahan tinggi muka laut akan
sangat mempengaruhi kehidupan di daerah pantai. Kenaikan 100 cm (40 inchi)
akan menenggelamkan 6 persen daerah Belanda, 17,5 persen daerah Bangladesh, dan banyak
pulau-pulau. Erosi dari tebing, pantai, dan
bukit pasir akan meningkat. Ketika tinggi lautan mencapai muara sungai, banjir
akibat air pasang akan meningkat di daratan. Negara-negara kaya akan
menghabiskan dana yang sangat besar untuk melindungi daerah pantainya,
sedangkan negara-negara miskin mungkin hanya dapat melakukan evakuasi dari
daerah pantai.
Bahkan sedikit kenaikan tinggi muka
laut akan sangat mempengaruhi ekosistem pantai. Kenaikan 50 cm (20 inchi)
akan menenggelamkan separuh dari rawa-rawa pantai Amerika Serikat. Rawa-rawa
baru juga akan terbentuk, tetapi tidak di area perkotaan dan daerah yang sudah
dibangun. Kenaikan muka laut ini akan menutupi sebagian besar dari Florida
Everglades.
3.
Suhu global cenderung meningkat
Orang mungkin beranggapan bahwa Bumi
yang hangat akan menghasilkan lebih banyak makanan dari sebelumnya, tetapi hal ini
sebenarnya tidak sama di beberapa tempat. Bagian Selatan Kanada,
sebagai contoh, mungkin akan mendapat keuntungan dari lebih tingginya curah
hujan dan lebih lamanya masa tanam. Di lain pihak, lahan pertanian tropis semi
kering di beberapa bagian Afrika mungkin
tidak dapat tumbuh. Daerah pertanian gurun yang menggunakan air irigasi dari
gunung-gunung yang jauh dapat menderita jika snowpack(kumpulan salju)
musim dingin, yang berfungsi sebagai reservoir alami, akan mencair sebelum
puncak bulan-bulan masa tanam. Tanaman pangan dan hutan dapat mengalami
serangan serangga dan penyakit yang lebih hebat.
4.
Gangguan ekologis
Hewan dan tumbuhan menjadi makhluk
hidup yang sulit menghindar dari efek pemanasan ini karena sebagian besar lahan
telah dikuasai manusia. Dalam pemanasan global, hewan cenderung untuk
bermigrasi ke arah kutub atau ke atas pegunungan. Tumbuhan akan mengubah arah
pertumbuhannya, mencari daerah baru karena habitat lamanya menjadi terlalu
hangat. Akan tetapi, pembangunan manusia akan menghalangi perpindahan ini.
Spesies-spesies yang bermigrasi ke utara atau selatan yang terhalangi oleh
kota-kota atau lahan-lahan pertanian mungkin akan mati. Beberapa tipe spesies
yang tidak mampu secara cepat berpindah menuju kutub mungkin juga akan musnah.
5.
Dampak sosial dan politik
Perubahan cuaca dan lautan dapat
mengakibatkan munculnya penyakit-penyakit yang berhubungan dengan panas (heat
stroke) dan kematian. Temperatur yang panas juga dapat
menyebabkan gagal panen sehingga akan muncul kelaparan dan malnutrisi. Perubahan cuaca yang
ekstrem dan peningkatan permukaan air laut akibat mencairnya es di kutub utara
dapat menyebabkan penyakit-penyakit yang berhubungan dengan bencana alam
(banjir, badai dan kebakaran) dan kematian akibat trauma. Timbulnya bencana
alam biasanya disertai dengan perpindahan penduduk ke tempat-tempat
pengungsian dimana sering muncul penyakit,
seperti: diare, malnutrisi, defisiensi mikronutrien, trauma
psikologis, penyakit kulit, dan lain-lain.
Pergeseran ekosistem dapat memberi
dampak pada penyebaran penyakit melalui air (Waterborne
diseases) maupun penyebaran penyakit melalui vektor (vector-borne
diseases). Seperti meningkatnya kejadian Demam
Berdarah karena munculnya ruang (ekosistem) baru untuk nyamuk ini berkembang
biak. Dengan adamya perubahan iklim ini maka ada beberapa spesies vektor
penyakit (eq Aedes Agipty), Virus, bakteri, plasmodium menjadi lebih resisten terhadap obat tertentu yang target
nya adala organisme tersebut. Selain itu bisa diprediksi kan bahwa ada beberapa
spesies yang secara alamiah akan terseleksi ataupun punah dikarenakan perbuhan
ekosistem yang ekstreem ini. hal ini juga akan berdampak perubahan iklim
(Climat change)yang bis berdampak kepada peningkatan kasus penyakit tertentu
seperti ISPA (kemarau panjang / kebakaran hutan, DBD Kaitan dengan musim hujan
tidak menentu)
Gradasi Lingkungan yang disebabkan
oleh pencemaran limbah pada sungai juga berkontribusi pada waterborne diseases
dan vector-borne disease. Ditambah pula dengan polusi udara hasil emisi gas-gas
pabrik yang tidak terkontrol selanjutnya akan berkontribusi terhadap
penyakit-penyakit saluran pernafasan seperti asma, alergi, coccidiodomycosis,
penyakit jantung dan paru kronis, dan lain-lain.
D. PENGENDALIAN
PEMANASAN GLOBAL
Konsumsi total bahan bakar fosil di
dunia meningkat sebesar 1 persen per-tahun. Langkah-langkah yang dilakukan atau
yang sedang diskusikan saat ini tidak ada yang dapat mencegah pemanasan global
di masa depan. Tantangan yang ada saat ini adalah mengatasi efek yang timbul
sambil melakukan langkah-langkah untuk mencegah semakin berubahnya iklim di
masa depan.
Kerusakan yang parah dapat diatasi
dengan berbagai cara. Daerah pantai dapat dilindungi dengan dinding dan
penghalang untuk mencegah masuknya air laut. Cara lainnya, pemerintah dapat
membantu populasi di pantai untuk pindah ke daerah yang lebih tinggi. Beberapa
negara, seperti Amerika Serikat, dapat menyelamatkan tumbuhan dan hewan dengan
tetap menjaga koridor (jalur) habitatnya, mengosongkan tanah yang belum
dibangun dari selatan ke utara. Spesies-spesies dapat secara perlahan-lahan
berpindah sepanjang koridor ini untuk menuju ke habitat yang lebih dingin.
Ada dua pendekatan utama untuk
memperlambat semakin bertambahnya gas rumah kaca. Pertama, mencegah karbon
dioksida dilepas ke atmosfer dengan menyimpan gas tersebut atau komponen
karbon-nya di tempat lain. Cara ini disebut carbon sequestration (menghilangkan
karbon). Kedua, mengurangi produksi gas rumah kaca.
Cara yang paling mudah untuk
menghilangkan karbondioksida di udara adalah dengan memelihara pepohonan dan
menanam pohon lebih banyak lagi. Pohon, terutama yang muda dan cepat
pertumbuhannya, menyerap karbondioksida yang sangat banyak, memecahnya melalui
fotosintesis, dan menyimpan karbon dalam kayunya. Di seluruh dunia, tingkat
perambahan hutan telah mencapai level yang mengkhawatirkan. Di banyak area,
tanaman yang tumbuh kembali sedikit sekali karena tanah kehilangan kesuburannya
ketika diubah untuk kegunaan yang lain, seperti untuk lahan pertanian atau
pembangunan rumah tinggal. Langkah untuk mengatasi hal ini adalah dengan
penghutanan kembali yang berperan dalam mengurangi semakin bertambahnya gas
rumah kaca.
Gas karbondioksida juga dapat
dihilangkan secara langsung. Caranya dengan menyuntikkan (menginjeksikan) gas
tersebut ke sumur-sumur minyak untuk mendorong agar minyak bumi keluar ke
permukaan (lihat Enhanced Oil Recovery). Injeksi juga bisa dilakukan untuk
mengisolasi gas ini di bawah tanah seperti dalam sumur minyak, lapisan batubara
atau aquifer. Hal ini telah dilakukan di salah satu anjungan pengeboran lepas
pantai Norwegia, di mana karbondioksida yang terbawa ke permukaan bersama gas alam
ditangkap dan diinjeksikan kembali ke aquifer sehingga tidak dapat kembali ke
permukaan.
Salah satu sumber penyumbang
karbondioksida adalah pembakaran bahan bakar fosil. Penggunaan bahan bakar
fosil mulai meningkat pesat sejak revolusi industri pada abad ke-18. Pada saat
itu, batubara menjadi sumber energi dominan untuk kemudian digantikan oleh
minyak bumi pada pertengahan abad ke-19. Pada abad ke-20, energi gas mulai
biasa digunakan di dunia sebagai sumber energi. Perubahan tren penggunaan bahan
bakar fosil ini sebenarnya secara tidak langsung telah mengurangi jumlah
karbondioksida yang dilepas ke udara, karena gas melepaskan karbondioksida
lebih sedikit bila dibandingkan dengan minyak apalagi bila dibandingkan dengan
batubara. Walaupun demikian, penggunaan energi terbaharui dan energi nuklir
lebih mengurangi pelepasan karbon dioksida ke udara.
Beberapa konferensi dan perjanjian
tingkat internasional juga semakin gencar diupayakan. Perjanjian itu lebih
mengarah ke perdagangan karbon dan peraturan pemotongan emisi bagi
negara-negara industri yang memegang presentase paling besar dalam pelepasan
gas-gas rumah kaca.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar