A. Beberapa Masalah Dalam Identifikasi
Anak Berbakat Penyandang Ketunaan
Berdasarkan hasil rumusan Seminar Nasional
dan Lokakarya Alternatif Program Pendidikan bagi Anak Berbakat di Jakarta Tahun
1981,maka konsep keberbakatan meliputi dua hal yaitu:
1.
Mereka yang secara
potensial memiliki kemampuan-kemampuan unggul sehingga diperkirakan dapat
mencapai prestasi tinggi dalam satu atau lebih bidang kehidupan manusia.
2.
Mereka yang sudah mampu
mengaktulisasikan kemampuan-kemampuan unggulya tersebut sehingga secara nyata
mampu menunjukkan prestasi tinggi dalam satu hal atau lebih bidang kehidupan
manusia.
Berdasarkan konsep tersebut anak berbakat
penyandang ketunaan terbagi dalam dua kelompok, yaitu:
1. Mereka
yang masih bersifat potensial
Pada kelompok ini relative lebih sulit untuk
diidentifikasi, dikarenakan belum ditampakkannya gejala-gejala tertentu yang
dapat dijadikan dasar untuk menduga keberbakatan mereka
2. Mereka
yang sudah mampu mengaktualkan keberbakatannya
Kelompok ini lebih relative mudah untuk
diidentifikasi, karena ciri-ciri keberbakatannya sudah ditampilkan secara nyata
dalam bentuk prestasi tinggi dalam satu atau lebih bidang kehidupan.
Tanda-tanda keberbakatan sudah ditampilkan, tinggal ditelusuri lebih jauh
apakah memeuhi criteria minimal sebagai seorang tuna yang berbakat atau tidak.
Masalahnya adalah bagaimana menemukan kedua
kelompok tersebut, sehingga mereka dapat mengembangkan keberbakatanya secara
optimal.
Dibandingkan dengan identifikasi keberbakatan pada anak yang tidak
tuna, Identifikasi pada anak berbakat penyandang ketunaan cenderung lebih
sulit. Kesulitan tersebut karena ada beberapa masalah yang mungkin muncul
diantaranya:
1. Ciri-ciri
keberbakatan tidak ditampilkan secara konsisten berdasarkan waktu dan tempat.
2. Keberbakatan
yang dimiliki masih bersifat pontensial dan tidak ditampakkan secara nyata
dalam perilaku sehari-hari karena terhambat oleh ketunaan.
3. Lingkungan
lebih focus dengan ketunaannya, bahkan beranggapan mustahil mereka memiliki
potensi unggul.
4. Anak
sengaja tidak mau menampakkan keberbakatannya untuk menghindari tuntutan yang
lebih besar dari lingkungan.
5. Ketidaksiapan
mental anak untuk diidentifikasi secara formal melalui tes-tes atau tugas-tugas
tertentu, terutama bila dilakukan secara kelompok.
6. Kesulitan
dalam menjawab atau merespon pertanyaan-pertanyaan, tugas-tugas, atau item-item
yang diberikan.
7. Keterbatasan
pengetahuan dan keterampilan guru anak tuna dalam mengidentifikasi keberbakatan
siswannya
8. Terbatasnya
instrumen-instrumen tes standar yang sesuai dengan karakteristik anak.
9. Kecendrungan
lingkungan untuk meremehkan prestasi anak tuna, kecuali melebihi prestasi anak
normal pada umumya.
10. Keterbatasan
keterampilan dan pengetahuan ahli dalam identifikasi keberbakatan anak tuna.
Sering menggunakan criteria minimal yang sama dengan anak normal tanpa
mempertimbangkan ketunaannya.
11. Keterbatasan
informasi yang digunakan untuk evaluasi keberbakatan anak.
Sehubungan dengan adanya masalah-masalah yang mungkin ditemukan
tersebut, dalam identifikasi keberbakatan terhadap anak tuna perlu diperhatikan
hal-hal sebagai berikut:
a.
Identifikasi
hendaknya dilakukan dengan pendekatan jamak
Pelaksanaan identifikasi anak berbakat
penyadang ketunaan hendaknya tidak terbatas pada pendekatan melalui penggunan
tes-tes psikologi yang sudah distandarisasi, tetapi harus dilakukan pula dengan
pendekatan lain. Pendakatan lain tersebut ialah pendekatan tanpa tes, seperti
observasi dan yang lainnya. Dengan demikian data yang diperoleh dapat
mengambarkan keadaan yang sesungguhya
Pada umumnya tidak semua jenis tes psikologi
yang bisa digunakan identifikasi keberbakatan pada anak normal, Cocok
diterapakan untuk anak yang tuna. Dalam melaksanakan idetifikasi keberbakatan
para penyandang ketunaan, tes-tes psikologi mana yang digunakan harus dipilih
atau disesuaikan dengan kondisi anak tersebut. Misalnya untuk identifikasi
keberbakatan intelektual anak tunarungu, harus dipilih jenis tes yang
istruksinya sedikit menggunakan bahasa dan tidak menuntut jawaban-jawaban
verbal dari anak, sehingga akan lebih tepat kalau digunakan tes yang menuntut
jawaban secara visual atau kinestetik.
Dalam evaluasi tes seyogyanya digunakan
criteria yang relative berbeda dengan criteria yang dipakai pada anak biasa.
Disamping itu juga perlu mempertimbangkan hal-hal yang berkaitan dengan
kemampuan anak dalam merespon atau menjawab item tes yang diberikan.
Masker (1977, dalam Utami Munandar, 1995)
menganjurkan bahwa hasil identifikasi anak tuna harus dibadingkan dengan anak
dengan ketunaan yang sama, dan ciri-ciri yang memungkinkan anak tuna dapat
mengimbangi kecacatannya secara efektif harus ditimbang secara seksama. Ia
mencontohkan untuk mengimbangi ketidakmampuan menulis, kemampuan verbal dan
kogitif harus diberi bobot lebih.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah
perlunya modifikasi terhadap item-item atau petunjuk-petunjuk tes sesuai dengan
kondisi atau ketunaan anak. Walaupun hal tersebut sering menjadikan hasilya
kurang valid bila dibandingkan dengan norma-norma yang berlaku secara nasional
(Sisk, 1987). Dalam identifikasi keberbakatan anak muda. Scarvia Anderson
(Torrance, 1983) menyatakan bahwa tes-tes yang ditunjukkan pada mereka harus
didisain dengan penuh apresiasi sesuai dengan keterbatasan system respon yang
dimilikinya. Hal tersebut mengisyaratkan pula pentingnya tes-tes yang sengaja
didesain secara khusus untuk mengidentifikasi keberbakatan anak penyandang
ketunaan .
Untuk mendapatkan gambaran yang jelas dan pasti
tentang keberbakatan anak penyandang ketunaan, pengukuran terhadap aspek
kemampuan tertentu hendaknya dilakukan dengan berbagai macam tes yang sejenis.
Misalnya, untuk mengukur keberbakatan intelektual anak perlu digunakan dua atau
lebih tes inteligensi yang sesuai dengan kondisi ketunaannya.
Terdapat kecendrungan bahwa anak-anak
bebarbakat penyandang ketunaan tidak memiliki kesiapan mental untuk melakukan
tes-tes yang sifatnya kelompok (Torrance, 1983; Sisc, 1987). kurangnya kesiapan
mental tersebut diduga berhubungan dengan perasaan rendah diri dan kurangnya
motivasi untuk berkompetisi. Kesulitan lain yang mungkin ditemukan dalam pelaksanaan
tes adalah munculnya perilaku-perilaku tertentu sebagai reaksi terhadap
tugas-tugas yang harus dikerjakan. Perilaku-perilaku tersebut misalnya:
fluktuasi motivasi, bahkan takut sukses, cemas dan sebagainya. Semua ini harus
diperhitungkan secara matang dalam pelaksanaan tes, sehingga hasilnya dapat
mencerminkan keadaan yang sebenarnya dan tidak biasa. Meeker dan Meeker (1975,
dalam Sisc, 1987) menyatakan bahwa untuk identifikasi keberbakatan anak tuna
bila mungkin tester sebaiknya juga yang berketunaan.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan
dalam identifikasi melalui tes terhadap keberbakatan anak penyandang ketunaan
hendaknya dilakukan bervariasi yang sesuai dengan kondisi anak, Serta
diperlukan seorang tester yang terlatih dan memiliki pengalaman luas dalam
melakukan tes terhadap anak penyandang ketunaan.
b.
Keberbakatan
tidak identik dengan inteligensi tinggi
Inteligensi tinggi merupakan salah satu faktor
atau ciri keberbakatan. Disamping inteligensi, masih ada faktor lain yang perlu
dipertimbangkan, misalnya kreativitas dan sebagainya. Dalam identifikasi
keberbakatan hendaknya mencangkup seluruh faktor yang dipersyaratkan dan tidak
mengguakan inteligensi sebagai criteria unggul.
c.
Prestasi
akademik tinggi tidak menjamin keberbakatan
Sekalipun terdapat hubungan yang signifikan
antara prestasi akademik dengan inteligensi, namun inteligensi tinggi tidak
selalu mencapai prestasi akademik yang tiggi. Banyak yang ditemukan orang yang
berinteligesi normal berprestasi akademik tinggi, karena mereka mampu
mengfungsikan kemampuan inteligensinya secara optimal. Tetapi tidak sedikit
orang yang memiliki inteligensi tinggi, karena berbagai faktor menunujukkan
prestasi akademik yang rendah.
Pada anak berbakat penyadang ketuaan, Karena
pengaruh ketunaannya cenderung berprestasi akademik, ketunaan dapat menghambat
atau menghalangi seseorang untuk mencapai prestasi tinggi. Jadi sekalipun
ditinjau dari sisi akademiknya yang rendah, tidak menutup kemungkinan bahwa
secara potensial mereka termasuk kedalam kualifikasi berbakat. Sedangkan mereka
yang secara nyata mampu menunjukkan prestasi akademik tiggi, belum tentu
termasuk kualifikasi berbakat. Hasil penelitian Sunaryo Kartadinata, dkk (1993)
dari 66 siswa sekolah dasar yang berprestasi tinggi (unggulan kelas), hanya
terdapat tiga yang dapat digolongkan kedalam anak berbakat.
d.
Keberbakatan
mencangkup sifatnya yang potensial
Dalam kasus anak berbakat penyandang ketunaan,
diduga kuat banyak diantara mereka yang secara potensial memiliki potensi
unggul tetapi karena berbagai sebab menjadikan keberbakatannya tidak
teraktulisasikan. Menemukan anak berbakat penyandang ketuaan yang sifatnya
potensial sekalipun relative sulit, tetapi memiliki arti yang sangat peting,
tidak hanya untuk merancang program pendidikan yang sesuai dengan keberbakatan
yang dimilikiya, tetapi juga untuk menigkatkan harkat dan martabat mereka.
Blackhurst da Berdine (1981) menyatakan anak
berbakat penyandang ketunaan sering kali sangat sulit untuk diidentifikasi
karena kodisi kecacatan dapat menutupi keunggulan potensinya. Utami Munandar
(1995) utamanya ialah bahwa keberbakatan tidak dilihat oleh guru. mereka lebih
mengenal kelemahannya bukan kelebihannya. Bahkan dalam berbagai kasus tidak
jarang keberbakatan yang dimiliki seorang anak tuna, ditemukan secara
kebetulan. Hal ini memberikan petunjuk bahwa tidak menutup kemungkinan
seseorang yang tuna dan secara nyata tidak menampakkan keunggulan potensinya,
setelah dilakukan idetifikasi secara cermat dapat diklafikasikan sebagai orang
yang berbakat.
e.
Harapan
yang rendah dari ligkungan
Hal ini sering kali menimbulkan kesalahan dalam
memahami keberbakatan. Lingkungan, terutamanya guru pendidikan luar biasa
sering kali beranggapan salah. Mereka lebih memfokuskan pada ketunaannya,
Ketidakmampuannya dan keterbatasannya, dan bukan pada kekuatan atau
kelebihannya. Mereka juga memandang bahwa anak-anak yang mengalami kesulitan
dan kegagalan dari keberhasilan, karena itu tidak mungkin ditemukan sesuatu
kemampuan yang luar biasa dari diri mereka.
Akibat
semua itu mereka menaruh harapan terhadap anak tuna, Termasuk yang berbakat.
Kondisi ini tentu tidak merangsang aktualisasi keberbaktan anak tuna dan
menjadikan keberbakatan mereka tidak teridentifikasi secara dini. Sisc (1987)
menegaskan bahwa guru-guru pendidikan luar biasa, Memandang peluang dan
kesempatan bagi anak-anak tuna dalam mengembangkan atau mendemontrasikan
keberbakatannya.
f.
Terbatasnya
bidang aktulisasi keberbakatan
Berbeda dengan anak berbakat pada umumnya
bidang aktualisai keberbakatan anak berbakat penyandang ketunaan sangat
terbatas. Ketunaan disamping dapat menghambat aktualisasi keberbakatan, juga
membatasi aktualisasi keberbakatan mereka. Karena itu diduga kuat bahwa anak
berbakat penyandang ketunaan cenderung menunjukkan aktulisasi keberbakatan dalam
bidang yang tertentu pula. Misalya untuk anak berbakat penyadang tunanetra
cenderugn pada bidang music dan kemampuan verbal, Sedangkan berbakat tunarunggu
pada bidang motorik dan mekanik. Karena itu dalam menelusuri keberbakatan anak
penyandang ketunaan perlu lebih memfokuskan pada bidang-bidang tertentu sesuai
dengan ketunaan masing-masing.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan dalam identifikasi
keberbakatan pada penyandang ketunaan hal utama yang penting untuk diperhatikan
adalah:
a. Pemahaman
tentang konsep keberbakatan dan kecederungan-kecenderuangan yang terjadi pada
anak penyandang ketunaan.
b. Perlunya
penggunaan metode dan teknik identifikasi yang khusus, bervariasi,
komprehensif, terpadu dan penuh pertimbangan sesuai dengan ketunaan anak.
g.
Prosedur
dan Teknik Identifikasi Anak Berbakat Penyandang Ketunaan
Secara umum prosedur identifikasi anak
berbakatat memiliki dua tahapan, yaitu:
1. Penjaringan
(scereening)
Tujuannya adalah siap-siapa yang diduga kuat
memiliki cirri-ciri keberbakatan, yag selanjutnya dilakukan dalam tahapan
berikutya. Siswa yang lolos dalam tahapan ini belum tentu memenuhi criteria
berbakat, karena harus diseleksi lebih ketat lagi.
2. Penyaringan
atau seleksi
Tujuannya untuk menentukan siapoa yang dapat
digolongkan sebagai anak berbakat, berdasarkan seleksi yang lebih halus dan
teliti daripada tahap pertama. Mereka yang lolos tahap kedua berarti mereka
memenuhi criteria miimal keberbakatan yang diisyaratkan.
Prosedur diatas biasanya diterapkan untuk jumlah populasi yang
besar. Namun demikian bukan berarti tidak dapat diterapkan untuk anak berbakat
penyandang ketunaan, yang jumlah populasinya relative kecil. Bahkan sangat
mungkin sebagai suatu tahapan untuk mengambil keputusan sementara, belum final,
sebelum dievalusi lebih dalam melalui cara atau metode yang lebih halus.
Keputusan final tergantung pada evaluasi lanjutan tersebut.
Dalam prosedur identifikasi anak berbakat penyandang ketunaan
hendaknya menganut prinsip kesegaran,
fleksibilitas, pragmatis, terpadu dan berkesinambungan. Yang dimana:
1. Kesegaran,
artinya begitu ada tanda-tanda keberbakatan yang muncul pada anak harus segara
ditelusuri secepatnya, sehingga dapat segera dirumuskan program pendidikannya.
2. Fleksibilitas,
artinya tidak harus menganut pola atau prosedur tertentu, tetapi disesuaikan
dengan kondisi dan situasinya.
3. Pragmatis,
artinya perlu penggunaan cara-cara
tertentu yang sesuai dengan ketunaannya, yang dapat menjamin kemudahan,
kecepatan dan ketepatan dalam menentukan keberbakatan anak.
4. Terpadu,
artinya disamping perlunya metode dan teknik yang bervariasi, juga perlu kerja
sama dengan orang yang ahli dan terlatih dalam identifikasi keberbakatan pada
anak tuna.
5. Berkesinambungan,
artinya pelaksanaan harus dilakukan secara terus menerus dan dalam berbagai setting
lingkungan.
Merujuk, prinsip diatas, sangat penting bagi guru atau siapapun
adalah tidak menunda-nunda waktu untuk melakukan penelusuran lebih cermat
terhadap keberbakatan anak, manakala ditemukan tanda-tada yang luar biasa pada
mereka. Dengan demikian, apabila ternyata memang berbakat dapat segera
ditentukan program layanan yang sesuai dengan kebutuhannya.
Beberpa prosedur dan teknik identifikasi anak berbakat penyandang
ketunaan telah dikemukakan oleh beberapa para ahli, Sisc mengemukakan bahwa untuk
membantu menandai siswa-siswa berbakat diantara anak-anak tuna digunakan dua
tahapan prosedur yaitu:
1. Menggunakan
level yang lebih rendah untuk penerimaan pada penjaringan awal
2. Perlunya
pemberian pengetahuan teknik khusus pada penguji tentang instumen tes yang
sesuai dan pemahaman keterbatasan-keterbatasan dari siswa-siswa penyandang
ketunaan.
Mengingat pentingnya pengetahuan dan keterampilan bagi guru dalam
identifikasi anak berbakat penyandag ketunaan terutama yang berhubungan dengan
berbakat khusus yang sering dijumpai pada mereka. Tekniknya meliputi tes-tes
sebagai berikuut:
1. Tes
inteligensi umum
2. Tes
kreatif dan produktif
3. Tes
seni pertunjukkan dan seni rupa
4. Tes
tulisan kreatif (bercerita)
5. Tes
keterampilan Psikomotor
6. Tes
kepemimpinan
h.
Identifikasi
Anak Berbakat Penyandang Tunanetra
Untuk tes identifikasi inlektualnya, termasuk
yang setengah melihat (Partially Sighted
Student) dapat digunakan tes Hayes-Binet,
suatu modifikasi dari Stanfort-Binet Test yang item-itemnya tidak menuntut
kemampuan penglihatan. Tes lain adalah dengan WISC-R yang telah diadaptasikan
untuk anak-anak tunanetra atau setengah melihat hanya dengan menggunakan
item-item verbal dan mengabaikan item-item Performace.
Dapat juga menggunakan Swassing-Barbe
Modality Indeks Test, karya Swassing R. H, dan W. B. Barbe (1979) suatu tes
untuk mengukur kegiatan modalitas penglihatan, pendengaran dan kinestetik. Sub
tes yang berhubungan dengan pendengaran dapat diabaikan.
Sedangkan identifikasi keberbakatan yang lain,
dari beberapa tes yag diuraikan sebelumnya dapat dipilih yang sesuai dengan
karakteristik anak tunanetra. Begitu juga identifikasi yang sifatya tanpa tes.
i.
Identifikasi
Anak Berbakat Penyadang Tunarunggu
Untuk siswa-siswa tuarungu kemampuan
intelektual mereka dengan diukur dengan meggunakan Nebraska Test of Learning Aptitude. WIS-R dapat juga digunakan
hanya dengan menggunakan tes bagian performance. Atau dengan Leiter Iternasional Performance Scale, Raven
Progresiv matrices, serta Silver test
of Cognitive Skills, karya Silver R. A (1979) yaitu tes keterampilan
kognitif yang diukur melalui gambar. Tes ini dapat dimanfaatkan dalam
identifikasi kemampuan itelektual pada anak-anak dengan gangguan pendengaran..
Dapat juga dengan menggunakan Figure
reasoning Test (FRT)
Salah satu tes yang jarang digunakan tetapi
secara potensial dapat dimanfaatkan dalam identifikasi keberbakatan anak
tunarunggu karena secara keseluruhan berbentuk gambar, adalah Pictorical
Test of Intelligence. Tes ini tidak menuntut respon-respon verbal dan dapat
digunakan untuk mengukur kemampuan intelektual anak tunarungu sama baiknya
dengan anak normal.
Sedangkan identifikasi keberbakatan yang lain,
dari beberapa tes yag diuraikan sebelumnya dapat dipilih yang sesuai dengan
karakteristik anak tunanetra. Begitu juga identifikasi yang sifatya tanpa tes.
j.
Identifikasi
Anak berbakat Penyandang Tunadaksa
Untuk siswa-siswa berketunaan dengan gangguan
kemampuan motorik tingkat berat, khususya siswa CP, dapat dijaring dengan
menggunakan Colombia Metal Maturity Scale.
Tes ini menggunakan kemampuan visual dan perceptual siswa dan memberikan
indekasi terhadap kemampuan mereka dalam membedakan dan mengklafikasi.
Instrumen lain untuk anak CP ini ialah Leiter
Internasioal Performance Scale yang secara khusus telah diadaptasikan untuk
anak-anak CP. Dapat ditambahkan bahwa Raven
Progressicve Matrices telah secara sukses digunakan untuk mengidentifikasi
keberbakatan pada anak-anak CP (Raven. 1952, dalam Sisc, 1897). Disamping itu
dapat pula menggunakan Figure Reasoning
Test.
Sedangkan identifikasi keberbakatan yang lain,
dari beberapa tes yag diuraikan sebelumnya dapat dipilih yang sesuai dengan
karakteristik anak tunanetra. Begitu juga identifikasi yang sifatya tanpa tes.
k.
Identifikasi
Anak Berbakat Penyandang Tunalaras
Untuk mengidentifikasi kemampuan intelektualnya
anak tunalaras tidak diperlukan instrument khusus sesuai dengan ketunaanya.
Artinya dapat menggunakan semua jenis tes yang ada, misalnya WISC-R, Progressive Matrices, TIKI, dan
sebagainya. Yang perlu diperhatikan adalah dalam pengadministrasian tes. Sangat
diharapkan kemampuan tester untuk menciptakan situasi yang sama dan bebas dari
rasa tertekan.
Sedangkan identifikasi keberbakatan yang lain,
dari beberapa tes yag diuraikan sebelumnya dapat dipilih yang sesuai dengan
karakteristik anak tunanetra. Begitu juga identifikasi yang sifatya tanpa tes.
l.
Identifikasi Anak Berbakat Penyandang
Kesulitan Belajar
Untuk kepentingan identifikasi kemamapuan
inteligensi anak berbakat yang mengalami kesulitan belajar dapat menggunakan
tes-tes yang sudah diadaptasikan, seperti WISC,WISC-R, IST (Intelegece Stucture
Test). Disamping itu dapat juga dilakukan dengan tes TIKI (Tes intelligensi
Kolektif Indonesia). sedangkan untuk identifikasi keberbakatan yang lain, dari
beberapa tes yang diuraikan sebelumnya dapat dipilih yang sesuai dengan
karakteristik anak yang mengalami kesulitan belajar. Begitu juga untuk
identififkasi yang sifatnya tanpa tes
Tidak ada komentar:
Posting Komentar