A.
PENGERTIAN
DAN SEJARAH ANDRAGOGI
Andragogi
merupakan istilah istilah baru yang popular saat ini adalah teori belajar yang
cocok dan tepat untuk orang dewasa. Istilah andragogi pertama kali dikenal
melalui karya seorang ahli pendidikan Yugoslavia yang berjudul Adult
Leadership (1968), yang artinya memimpin orang dewasa. Kemudian Malcom S.
Knowles, dengan publikasinya yang berjudul Adult Learner: A Neglected
Species.
Andragogi
berasal dari bahasa Yunani, aner atau andr, yang berarti
orang dewasa agogos, yang berarti mengarahkan/memimpin. Andragogi
dirumuskan dalam suatu ilmu dan seni untuk membantu orang dewasa belajar.
Karena individu orang dewasa adalah sebagai self directed, maka dalam
andragogi yang lebih penting adalah kegiatan belajar dari si belajar, bukan
kegiatan mengajar dari guru.
Istilah yang sering dipakai sebagai
perbandingan adalah pedagogi yang berasal dari
kata paid, yang artinya anak, dan agogos, yang berarti
memimpin/membimbing, dimana secara harfiah pedagogi berarti seni dan
pengetahuan mengajar anak. Karena pedagogi berarti seni dan pengetahuan
mengajar anak, maka memakai pendekatan pedagogi untuk orang dewasa tidak tepat,
karena mereka bukan lagi anak-anak.
Tingkat ketergantungan anak-anak
kepada orang dewasa masih tinggi dan menurun seiring dengan bertambahnya usia
mereka. Karenanya praktek pedagogi lebih cocok pada anak-anak, yang berarti
bahwa anak-anak dapat diajar untuk memperoleh suatu pengetahuan dan pengalaman
tertentu. Berbeda halnya dengan orang dewasa, mereka sudah punya self
directing, dan tingkat ketergantungan kepada orang lain berkurang. Orang
dewasa lebih cenderung dibimbing, dimotivasi untuk memperoleh sesuatu yang pada
akhirnya mereka sendiri dapat memecahkan masalah yang dihadapinya.
B. PERSAMAAN DAN PERBEDAAN ANDRAGOGI
DENGAN PEDAGOGI
Pendidikan
orang dewasa berbeda dengan pendidikan anak-anak (paedagogy). Pendidikan
anak-anak akan berlangsung dalam bentuk asimilasi, identifikasi, dan peniruan,
sedangkan pendidikan orang dewasa menitikberatkan pada peningkatan kehidupan
mereka, memberikan keterampilan dan kemampuan untuk memecahkan permasalahan
yang mereka alami dalam hidup mereka dan dalam masyarakat.
Perbedaan antara konsep andragogi
dan pedagogi adalah bahwa konsep andragogi berkaitan dengan proses pencarian
dan penemuan ilmu pengetahuan yang dibutuhkan manusia untuk hidup, sedangkan
konsep pedagogi berkaitan dengan proses mewariskan kebudayaan yang dimiliki
generasi yang lalu kepada generasi sekarang.
v
Terdapat 4 (empat) konsep untuk membedakan
antara orang dewasa dan anak-anak, yaitu:
1.
konsep diri,
2.
konsep pengalaman,
3.
konsep kesiapan belajar,
4.
konsep perspektif waktu atau orientasi
belajar.
v
Menurut konsep diri orang disebut
dewasa, jika orang tersebut:
1.
mampu mengambil keputusan bagi dirinya,
2.
mampu memikul tanggung jawab,
3.
sadar terhadap tugas dan perannya.
Adapun
menurut konsep pengalaman orang dewasa adalah kaya dengan pengalaman, tidak
seperti botol yang kosong atau lembaran kertas yang bersih. Konsep kesiapan
belajar menekankan bahwa orang disebut dewasa kalau sadar terhadap kebutuhannya
dan kesadaran terhadap kebutuhan inilah yang akan menjadi sumber kesiapan untuk
belajar. Sedangkan menurut konsep perspektif waktu atau orientasi belajar
adalah bahwa orang dewasa belajar berpusat pada persoalan yang dihadapi
sekarang, yaitu bagaimana menemukan masalah sekarang dan memecahkannya sekarang
juga. Jadi, belajar sekarang untuk digunakan sekarang, bukan belajar sekarang
untuk bekal masa datang.
Pendidikan (education) tidak sama
dengan sekolah (schooling). Sekolah merupakanbagian dari kegiatan pendidikan
atau belajar. Sekolah secara umum diarahkan untuk pendidikan anak (TK, SD ) dan
pemuda ( SMP – SMA ) Perguruan Tinggi. Pendidikan Orang Dewasa secara umum
dilakukan dalam pendidikan non formal, yang dapat dilakukan di tempat kerja,
masyarakat dalam bentuk kurus atau kepelatihan.
Pendidikan orang dewasa dapat dilakukan secara
mandiri (self education) yang tidak tergantung pada lembaga pendidikan yang
menyusun program pendidikan.
v
2-4 tahun adalah masa keemasan (golden
age) masa dimana terjadi perubahan yang sangat cepat pada kecerdasan (IQ) masa
ini anak-anak dapat dengan cepat mengembangkan IQnya, menjadi 80% pada usa 4
tahun.
v
Life long education, belajar dilakukan
dari lahir sampai meninggal.
Paedagogi
berbentuk identifikasi dan peniruan sedangkan andragogi berbentuk pengarahan
diri sendiri untuk memecahkan masalah.
Dalam andragogi terdapat hubungan
timbal balik di dalam transaksi belajar-mengajar, di mana hubungan pengajar dan
pelajar adalah hubungan yang saling membantu. Dalam pedagogi terdapat hubungan
ketergantungan (dependent) dari murid kepada guru, di mana hubungan guru dan
murid adalah hubungan yang bersifat memerintah. Dalam andragogi komunikasi
banyak arah dipergunakan oleh semua yang hadir (pengajar dan pelajar) sebagai
warga belajar, di mana pengalaman dari semua yang hadir dinilai sebagai sumber
untuk belajar. Dalam pedagogi komunikasi satu arah terjadi antara guru dan
murid, di mana pengalaman guru dinilai sebagai sumber utama untuk belajar.
Dalam
andragogi pelajar mengelompokkan dirinya berdasarkan minat, di mana pengajar
memfasilitasi untuk membantu pelajar menentukan kebutuhan belajarnya. Dalam
pedagogi murid di-kelompokkan berdasarkan tingkatan atau kelas, di mana guru
menyusun kurikulum untuk setiap tingkatan atau kelas tersebut. Dalam andragogi
belajar berorientasi pada pemecahan masalah, yaitu belajar sambil bekerja pada
persoalan sekarang untuk dipergunakan sekarang juga. Dalam pedagogi orientasi
belajarnya adalah pada mata pelajaran yang dipelajari oleh murid sekarang untuk
bekal hidup di masa mendatang.
C. BEBERAPA ASUMSI TENTANG BELAJAR
MENGAJAR
Pendekatan
yang bersifat andragogi dalam proses belajar mengajar didasarkan pada
asumsi-asumsi berikut :
1.
Orang dewasa dapat belajar
Semula
ada anggapan berdasarkan laporan yang dikemukakan oleh Thorndike bahwa
kemampuan untuk belajar seseorang menurun secara perlahan sesudah umur 20
tahun. Tetapi hasil studi terakhir yang dimukakan oleh Irving Horge menunjukan
bahwa menurunnya itu hanya dalam kecepatan dalam belajarnya dan bukan dalam hal
kekuatan intelektualnya. Hasil penelitian selanjutnya menunjukan bahwa dasar
kemampuan untuk belajar masih tetap ada sepanjang hidup orang tersebut, dan
oleh karena itu apabila seseorang tidak menampilkan kemampuan yang sebenarnya,
hal ini disebabkan karena beberapa faktor, seperti orang tersebut sudah lama
meninggalkan cara belajar yang sistematis atau karena adanya
perubahan-perubahan faktor fisiologis seperti pendengaran dan penglihatan yang
terganggu.
2.
Belajar adalah suatu proses dari
dalam
Asumsi bahwa belajar sebagai suatu proses yang
bersifat eksternal, dalam arti peserta didik belajar terutama ditentukan oleh
kekuatan-kekuatan dari luar seperti guru yang terampil, bahan bacaan yang baik
dan sejenisnya. Pandangan baru mengemukakan bahwa belajar merupakan proses dari
dalam yang dikontrol langsung oleh peserta sendiri serta melibatkan dirinya
seperti fungsi intelektual, emosi, dan fisik serta psikologinya dipandang
sebagai suatu pemenuhan kebutuhan dan tujuan.
D. BEBERAPA ASUMSI TENTANG ORANG
DEWASA DAN IMPLIKASINYA DALAM BELAJAR
Pendekatan
andragogi didasarkan pada asumsi-asumsi tentang orang dewasa sebagai berikut :
a.
Konsep diri
Konsep
diri pada seorang anak adalah tergantung pada orang lain. Hampir seluruh
kehidupan anak diatur oleh orang dewasa baik di rumah, di sekolah, di tempat
ibadah, maupun di tempat-tempat bermain. Ketika anak beranjak menuju ke arah
dewasa, mereka menjadi berkurang ketergantungannya kepada orang tua dan orang lain,
dan mulai tumbuh dan merasa dapat mengambil keputusan untuk dirinya sendiri. Ia
memandang dirinya sudah mampu untuk sepenuhnya berdiri sendiri. Oleh karena itu
orang dewasa butuh pengalamannya dihargai misalnya dalam hal mengambil
keputusan. Mereka akan menolak apabila diperlakukan seperti anak kecil,
misalnya diceramahi.
Di
lain pihak apabila orang dewasa dibawa ke dalam situasi belajar yang
memperlakukan mereka dengan penghargaan, maka mereka akan melakukan proses
belajar tersebut dengan penuh pelibatan dirinya secara mendalam. Implikasinya
konsep diri tersebut dalam belajar adalah antara lain :
1.
Iklim belajar perlu diciptakan sesuai
dengan keadaan orang dewasa. Baik ruangan yang digunakan maupun peralatan
(kursi, meja dan sejenisnya) disusun dan diatur sesuai denga selera orang
dewasa, dan memberikan rasa kenyamanan bagi mereka. Dalam kegiatan belajar
perlu diciptakan kerjasama dan saling menghargai antara sesama peserta, maupun
antara peserta dengan fasilitator. Setiap peserta diberi kesempatan yang seluas-luasnya
untuk mengemukakan pandangannya tanpa ada rasa takut dihukum maupun
dipermalukan.
2.
Peserta diikutsertakan dalam mendiagnosa
kebutuhan belajar. Mereka akan merasa terlibat dan termotivasi untuk belajar,
apabila apa yang dipelajari itu sesuai dengan kebutuhan yang ingin dipelajari.
3.
Peserta dilibatkan dalam proses
perencanaan belajarnya. Dalam perencanaan ini kedudukan fasilitator lebih
banyak berfungsi sebagai penghubung dan narasumber. Dengan melibatkan peserta
dalam kegiatan belajar, maka mereka akan bertanggungjawab pula terhadap
kegiatan belajar yang akan mereka lakukan.
4.
Dalam proses belajar mengajar terdapat
tanggungjawab bersama antara fasilitator dan peserta. Fasilitator berperan
sebagai narasumber dan katalisator berperan sebagai guru. Dalam kegiatan
belajar, orang dewasa harus dapat membantu orang dewasa untuk mau belajar.
5.
Evaluasi belajar menekankan kepada
evaluasi diri (self evaluation). Fasilitator lebih banyak membantu peserta
untuk menilai sejauh mana mereka memperoleh keinginan dalam proses belajarnya.
b.
Pengalaman
Orang
dewasa mempunyai pengalaman yang lebih banyak bila dibandingkan dengan
anak-anak karena mereka sudah lama hidup. Bagi anak-anak pengalaman lebih
banyak berasal dari luar dan mempengaruhi dirinya dan bukan merupakan bagian
yang terpadu dengan dirinya. Bagi orang dewasa, pengalaman itu adalah dirinya
sendiri. Perbedaan pengalaman antara orang dewasa dengan anak menimbulkan
konsekuensi dalam belajar, yakni bahwa orang dewasa lebih banyak
mengkontribusikan pengalamannya dalam belajar, orang dewasa mempunyai
pengalaman yang lebih kaya dan mempunyai pola pikir dan kebiasaan yang pasti.
Implikasinya dalam belajar adalah sebagai berikut :
1.
Proses belajar pada orang-orang dewasa
lebih ditekankan pada teknik menyerap pengalaman mereka seperti kelompok
diskusi, metode kasus, simulasi, bermain peran, pelatihan proyek, bimbingan
konsulatif, demonstrasi, seminar dan sebagainya.
2.
Penekanan dalam proses belajar adalah
aplikasi praktis. Penjelasan konsep baru dalam kegiatan belajar dijelaskan
melalui pengalaman-pengalaman kehidupan yang berasal dari dirinya dan lebih
diutamakan pada aplikasi dari hasil belajarnya.
3.
Penekanan proses belajar adalah belajar
dari pengalaman. Bagi orang dewasa yang utama adalah memikul tanggungjawab
terhadap belajarnya sendiri melalui penerimaan sendiri tanpa diarahkan orang
lain.
c.
Kesiapan untuk Belajar
Menurut
Havighurst, penampilan orang dewasa dalam melaksanakan peranan sosialnya
berubah sejalan dengan perubahan dari ketiga fase dewasa, sehingga hal ini
mengakibatkan pula kesiapan dalam belajar. Suatu contoh dalam peran seorang
sebagai pekerja, maka tugas pengembangannya adalah memperoleh pekerjaan. Pada
saat itu ia sudah siap untuk belajar segala sesuatu yang diperlukan untuk
memperoleh pekerjaan. Implikasi dan kesiapan belajar ini, di antaranya adalah:
1.
Urutan kurikulum dalam proses belajar
orang dewasa disusun berdasarkan tugas perkembangannya dan bukan disusun
berdasarkan urutan topik mata pelajaran berdasarkan kebutuhan lembaga.
2.
Adanya konsep mengenai tugas-tugas
perkembangan orang dewasa akan memberikan petunjuk dalam belajar kelompok.
Misalnya, minat orang dewasa yang belum mempunyai anak dengan orang dewasa dan
sudah mempunyai terhadap program pemeliharaan anak akan berbeda, sehingga mempengaruhi
kegiatan belajarnya.
d.
Orientasi terhadap Belajar
Orientasi
belajar orang dewasa dengan anak-anak berbeda. Anak-anak cenderung untuk
menunda aplikasi dari apa yang dipelajarinya. Pendidikan baginya adalah sebagai
penumpukan pengetahuan dan keterampilan yang nantinya diharapkan dapat
bermanfaat. Sebaliknya, bagi orang dewasa pengetahuan dan keterampilan yang
dipelajari adalah untuk secepatnya diaplikasikan di dalam kehidupan.
Implikasi orientasi tersebut dalam proses belajar di
antaranya adalah sebagai berikut :
1.
Peran guru bukan sebagai pengajar,
tetapi ia berperan sebagai pemberi bantuan kepada orang dewasa yang belajar.
2.
Kurikulum pada orang dewasa tidak
berorientasi kepada suatu mata pelajaran, akan tetapi berorientasi pada
masalah.
3.
Pengalaman belajar dirancang berdasarkan
pada masalah dan perhatian mereka.
E. PERBEDAAN ORANG DEWASA DAN ANAK
DALAM BELAJAR
Setelah
memahami tentang asumsi-asumsi tersebut di atas serta implikasinya dalam
kegiatan belajar orang dewasasebetulnya telah menyiratkan prihal perbedaan
antara orang dewasa dengan anak-anak dalam belajar. Untuk lebih jelasnya
perbedaan orang dewasa dengan anak dalam belajar dapat dilihat pada table
berikut ini :
Orang Dewasa dan Anak-anak dalam Belajar
No
|
Komponen-komponen
Pembelajaran
|
Pedagogi/Anak-anak
|
Andragogi/Gerentologi
|
1
2
3
4
5
6
7
8
9
|
Tujuan Pembelajaran
Materi Pelajaran
Metode dan Teknik
Sumber Belajar/Guru
Evaluasi
Kurikulum
Waktu
Tempat
Sarana/Prasarana
|
Diarahkan untuk masa
yang akan datang.
Lebih umum
Ceramah guru lebih
dominan
Ditentukan secara
formal
Keberhasilan dalam
belajar
Ditentukan oleh
lembaga tertentu
Ditentukan oleh guru
Ditentukan oleh
guru/pengelola
Lembaga/pengelola/guru
|
Untuk saat sekarang
(dapat dimanfaatkan segera)
Praktis, keterampilan
Lebih banyak mengajak
WB, untuk berbuat melalui diskusi, metode kasus, simulasi, dll.
Tidak ditentukan
secara formal, asal punya keterampilan dan mau membantu WB
Evaluasi diri (self
evaluation)
Dirancang secara
bersama antara tutor dengan WB
Kesepakatan antara
tutor dengan WB
Disepakati antara
tutor dengan WB
Disepakati bersama
antara tutor, WB, dan pengelola
|
F. PRINSIP-PRINSIP BELAJAR ORANG
DEWASA
Berdasarkan
uraian sebelumnya, telah dikemukakan bahwa orang dewasa yang datang pada suatu
pertemuan/kegiatan belajar telah memiliki konsep diri dan membawa
pengalaman-pengalaman masa lampau. Hal ini akan mewarnai orang dewasa dalam
setiap aspek kegiatan belajar yang dilaksanakannya.
Para
pengelola dan pelaksana pada pendidikan orang dewasa dalam membelajarkan mereka
perlu memperhatikan prinsip-prinsip belajar orang dewasa. Hal itu akan dapat
memudahkan kita menolong mereka dalam mengarahkan mereka sesuai dengan
kebutuhan yang dirasakan dan diharapkannya. Terdapat beberapa prinsip yang
perlu diperhatikan, antara lain sebagai berikut :
a.
Problem Centered
Pembelajaran
harus berpusat pada masalah yang dihadapi warga belajar/orang dewasa. Masalah
adalah kesenjangan antara yang diinginkan dengan kenyataan yang ada. Masalah
yang ada tersebut perlu dicarikan pemecahannya. Dalam membelajarkan orang
dewasa belajar selalu dipusatkan pada masalah. Seorang pembimbing/fasilitator
dan tutor harus dapat merangsang mereka untuk belajar. Pembimbing tersebut juga
harus dapat meyakinkan orang dewasa bahwa yang akan dipelajari itu merupakan
suatu masalah yang menyangkut tentang dirinya.
Kenapa
dalam membelajarkan orang dewasa selalu dipusatkan pada masalah (problem
centered). Alasannya adalah orang dewasa akan mau belajar kalau dia menemui
masalah. Dengan demikian mereka akan belajar karena yang dipelajarinya itu
mempunyai manfaat baginya dan mereka merasa perlu untuk menghadapi masalah yang
dihadapinya, misalnya petani tradisional akan belajar kalau ada masalah,
seperti hasil ladangnya yang tidak memenuhi kebutuhan sehingga mereka ingin
belajar bagaimana cara meningkatkan hasil pertanian.
b.
Fungsional
Dalam
proses belajar orang dewasa, hendaknya apa yang dipelajari itu mempunyai arti
atau mempunyai fungsi untuk warga belajar, sebab orang dewasa akan mau belajar
apabila yang dipelajari ada manfaat bagi dirinya dalam kehidupan sehari-hari.
Oleh karena itu, sebelum memberikan pendidikan kepada warga belajar, seorang
pembimbing tutor, fasilitatorharus melakukan identifikasi kebutuhan warga
belajar. Seandainya kita memberikan pendidikan kepada masyarakat nelayan, maka
pembimbing harus memberikan pendidikan tentang teknik penangkapan ikan yang
baik, sehingga dapat diperoleh hasil yang memadai.
c.
Experience Centered/Berpusat pada
Pengalaman
Pemusatan
pelajaran pada pengalaman. Maksudnya di sini bahwa dalam membelajarkan haruslah
dipusatkan kepada pengalaman warga belajar. Pengalaman-pengalaman WB dijadikan
sebagai pedoman dalam pelaksanaan kegiatan belajar. Oleh sebab itu, di dalam
proses interaksi belajar orang dewasa, merekalah yang semestinya banyak
berbuat. Dengan kata lain, warga belajar dilibatkan dalam proses belajar,
karena dengan keterlibatan tersebut maka mereka akan merasa bertanggungjawab.
Apabila pelajaran yang diberikan didasarkan pada pengalaman mereka, maka secara
otomatis mereka akan tertarik untuk belajar, karena yang dipelajari berhubungan
dengan keinginan mereka.
d.
Merumuskan Tujuan
Dalam
kegiatan belajar orang dewasa, mereka dilibatkan sejak dari awal sampai dengan
berakhirnya kegiatan belajar. Warga belajar ikut menentukan sendiri apa yang
akan dipelajarinya, merumuskan tujuan yang akan dicapai, dan melaksanakan
kegiatan belajarnya. Dengan melibatkan mereka sejak dari awal sampai akhir maka
diharapkan hasil belajar akan dapat dicapai dengan baik.
e.
Feed Back (Balikan)
Umpan balik di sini artinya warga belajar mengetahui
hasil belajar yang telah dicapainya. Apabila mereka telah mengetahui hasil
belajarnya, maka warga belajar diharapkan dapat meningkatkan kegiatannya ke
arah perbaikan cara belajarnya. Warga belajar harus tahu sampai dimana proses
belajar itu telah dilaluinya.
Penilaian dalam proses belajar sangat diperlukan,
warga belajar harus mendapatkan umpan balik dari proses belajarnya. Sampai
dimana kemampuan mereka dalam belajar, sampai dimana pelajarandapat dicapai dan
dikuasai. Apakah pelajaran tersebut dapat merubah cara ke arah perbaikan diri
sendiri, dan apakah belajar dapat memecahkan permasalahan yang dihadapi.
Selanjutnya, Miller mengidentifikasikan enam kondisi yang prinsip bagi
keberhasilan orang dewasa dalam belajar, yaitu:
1.
Warga belajar orang dewasa harus
dimotivasi agar berubah tingkah lakunya.
2.
Warga belajar harus disadarkan akan
ketidakmampuannya untuk berperilaku.
3.
Warga belajar harus memiliki gambaran
yang jelas terhadap tingkah laku yang diajukan.
4.
Warga belajar harus diberi kesempatan
untuk mempraktekkan tingkah laku yang diinginkan.
5.
Warga belajar harus mendapat dukungan
atas tindakannya yang benar.
6.
Warga belajar harus memiliki serangkaian
materi yang tepat untuk dipraktekkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar